Written by Misan, Satuportal.net
Monday, 16 August 2010 02:26
“Menurut survey Bank Indonesia, 24% pengeluaran buruh migran Indonesia adalah untuk komunikasi,” ujar Sri Aryanti dari Yayasan TIFA Jakarta. Pernyataan ini disampaikan pada saat diskusi Media dan dan Buruh Migran pada acara Jagongan Media Rakyat 2010 di Yogyakarta pada 23 Juli lalu.
Menurut Sri Aryanti, perlu banyak yang dibenahi terkait dengan prosedur pengiriman buruh migran ke luar negeri. Saat ini banyak sekali pihak yang bermain dalam proses pengiriman TKI (Tenaga Kerja Indonesia) ke luar negeri, antara lain PJTKI, Imigrasi, Pemda, dan lain-lain. Dengan banyaknya pihak yang berperan ini, maka pengurusan perizinan menjadi panjang.
Akibat dari prosedur tersebut, maka penyesatan informasi rawan terjadi dialami oleh TKI. Oleh karenanya, salah satu solusi yang digunakan dalam penyebarluasan informasi antara lain dengan membentuk Rumah Teknologi untuk TKI (Mahnetik). Program ini dijalankan oleh Pusat Teknologi Komunitas (PTK). Temuan PTK menunjukkan bahwa buruh migran, keluarga, dan pemegang kebijakan lainnya dapat dipertemukan dalam sebuah sistem pertukaran informasi melalui internet.
Menurut Sri Aryanti, perlu banyak yang dibenahi terkait dengan prosedur pengiriman buruh migran ke luar negeri. Saat ini banyak sekali pihak yang bermain dalam proses pengiriman TKI (Tenaga Kerja Indonesia) ke luar negeri, antara lain PJTKI, Imigrasi, Pemda, dan lain-lain. Dengan banyaknya pihak yang berperan ini, maka pengurusan perizinan menjadi panjang.
Akibat dari prosedur tersebut, maka penyesatan informasi rawan terjadi dialami oleh TKI. Oleh karenanya, salah satu solusi yang digunakan dalam penyebarluasan informasi antara lain dengan membentuk Rumah Teknologi untuk TKI (Mahnetik). Program ini dijalankan oleh Pusat Teknologi Komunitas (PTK). Temuan PTK menunjukkan bahwa buruh migran, keluarga, dan pemegang kebijakan lainnya dapat dipertemukan dalam sebuah sistem pertukaran informasi melalui internet.
Yayah Sobariah, Ketua PPSW (Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita) Pasundan, mengungkapkan bahwa salah satu program dari PPSW ini adalah membekali para calon TKI keterampilan menggunakan ICT khususnya mengetik dan menggunakan Internet. Dengan keterampilan ini, maka kemampuan sharing TKI meningkat dan lebih mudah dipantau jika terdapat permasalahan di luar negeri.
Selain itu, TKI akan mempunyai pemahaman akan hak-haknya sebagai TKI, karena bisa mengetahui kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah. Selain itu, TKI juga bisa mengirimkan permasalahan yang sering menimpa mereka di luar negeri. Berbagai masukan ini diharapkan bisa membantu para pemegang kebijakan untuk merumuskan apa yang seharusnya dilakukan untuk melindungi TKI di luar negeri.
Dengan melek IT, maka permasalahan kekerasan yang dialami TKI bisa dikurangi. Sehingga, infomasi yang diberikan bisa menginspirasi para TKI untuk lebih waspada dan siap bekerja menjadi TKI.
“Menurut survey Bank Indonesia, 24% pengeluaran buruh migran Indonesia adalah untuk komunikasi,” ujar Sri Aryanti dari Yayasan TIFA Jakarta. Pernyataan ini disampaikan pada saat diskusi Media dan dan Buruh Migran pada acara Jagongan Media Rakyat 2010 di Yogyakarta pada 23 Juli lalu.
Menurut Sri Aryanti, perlu banyak yang dibenahi terkait dengan prosedur pengiriman buruh migran ke luar negeri. Saat ini banyak sekali pihak yang bermain dalam proses pengiriman TKI (Tenaga Kerja Indonesia) ke luar negeri, antara lain PJTKI, Imigrasi, Pemda, dan lain-lain. Dengan banyaknya pihak yang berperan ini, maka pengurusan perizinan menjadi panjang.
Akibat dari prosedur tersebut, maka penyesatan informasi rawan terjadi dialami oleh TKI. Oleh karenanya, salah satu solusi yang digunakan dalam penyebarluasan informasi antara lain dengan membentuk Rumah Teknologi untuk TKI (Mahnetik). Program ini dijalankan oleh Pusat Teknologi Komunitas (PTK). Temuan PTK menunjukkan bahwa buruh migran, keluarga, dan pemegang kebijakan lainnya dapat dipertemukan dalam sebuah sistem pertukaran informasi melalui internet.
Yayah Sobariah, Ketua PPSW (Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita) Pasundan, mengungkapkan bahwa salah satu program dari PPSW ini adalah membekali para calon TKI keterampilan menggunakan ICT khususnya mengetik dan menggunakan Internet. Dengan keterampilan ini, maka kemampuan sharing TKI meningkat dan lebih mudah dipantau jika terdapat permasalahan di luar negeri.
Selain itu, TKI akan mempunyai pemahaman akan hak-haknya sebagai TKI, karena bisa mengetahui kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah. Selain itu, TKI juga bisa mengirimkan permasalahan yang sering menimpa mereka di luar negeri. Berbagai masukan ini diharapkan bisa membantu para pemegang kebijakan untuk merumuskan apa yang seharusnya dilakukan untuk melindungi TKI di luar negeri.
Dengan melek IT, maka permasalahan kekerasan yang dialami TKI bisa dikurangi. Sehingga, infomasi yang diberikan bisa menginspirasi para TKI untuk lebih waspada dan siap bekerja menjadi TKI.
Selain itu, TKI akan mempunyai pemahaman akan hak-haknya sebagai TKI, karena bisa mengetahui kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah. Selain itu, TKI juga bisa mengirimkan permasalahan yang sering menimpa mereka di luar negeri. Berbagai masukan ini diharapkan bisa membantu para pemegang kebijakan untuk merumuskan apa yang seharusnya dilakukan untuk melindungi TKI di luar negeri.
Dengan melek IT, maka permasalahan kekerasan yang dialami TKI bisa dikurangi. Sehingga, infomasi yang diberikan bisa menginspirasi para TKI untuk lebih waspada dan siap bekerja menjadi TKI.
“Menurut survey Bank Indonesia, 24% pengeluaran buruh migran Indonesia adalah untuk komunikasi,” ujar Sri Aryanti dari Yayasan TIFA Jakarta. Pernyataan ini disampaikan pada saat diskusi Media dan dan Buruh Migran pada acara Jagongan Media Rakyat 2010 di Yogyakarta pada 23 Juli lalu.
Menurut Sri Aryanti, perlu banyak yang dibenahi terkait dengan prosedur pengiriman buruh migran ke luar negeri. Saat ini banyak sekali pihak yang bermain dalam proses pengiriman TKI (Tenaga Kerja Indonesia) ke luar negeri, antara lain PJTKI, Imigrasi, Pemda, dan lain-lain. Dengan banyaknya pihak yang berperan ini, maka pengurusan perizinan menjadi panjang.
Akibat dari prosedur tersebut, maka penyesatan informasi rawan terjadi dialami oleh TKI. Oleh karenanya, salah satu solusi yang digunakan dalam penyebarluasan informasi antara lain dengan membentuk Rumah Teknologi untuk TKI (Mahnetik). Program ini dijalankan oleh Pusat Teknologi Komunitas (PTK). Temuan PTK menunjukkan bahwa buruh migran, keluarga, dan pemegang kebijakan lainnya dapat dipertemukan dalam sebuah sistem pertukaran informasi melalui internet.
Yayah Sobariah, Ketua PPSW (Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita) Pasundan, mengungkapkan bahwa salah satu program dari PPSW ini adalah membekali para calon TKI keterampilan menggunakan ICT khususnya mengetik dan menggunakan Internet. Dengan keterampilan ini, maka kemampuan sharing TKI meningkat dan lebih mudah dipantau jika terdapat permasalahan di luar negeri.
Selain itu, TKI akan mempunyai pemahaman akan hak-haknya sebagai TKI, karena bisa mengetahui kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah. Selain itu, TKI juga bisa mengirimkan permasalahan yang sering menimpa mereka di luar negeri. Berbagai masukan ini diharapkan bisa membantu para pemegang kebijakan untuk merumuskan apa yang seharusnya dilakukan untuk melindungi TKI di luar negeri.
Dengan melek IT, maka permasalahan kekerasan yang dialami TKI bisa dikurangi. Sehingga, infomasi yang diberikan bisa menginspirasi para TKI untuk lebih waspada dan siap bekerja menjadi TKI.
Ringkasan Informasi Terkelola Melalui Pusat Sumber Daya Buruh Migran (http://buruhmigran.or.id)
Pada 1-23 September 2010 pusat sumberdaya buruh migran menghimpun beberapa artikel pada portal http://buruhmigran.or.id/. Artikel tersebut diproduksi oleh redaksi dan juga berasal dari berbagai kontributor jaringan di 10 kota di Indonesia.
Pusat Sumberdaya Buruh Migran adalah pusat pengelolaan, pendidikan dan advokasi yang bertujuan untuk memberikan dukungan pelayanan pengelolaan informasi dan advokasi kepada buruh migran dan keluarga buruh migran, maupun mantan dan calon buruh migran. Melalui media ini diharapkan buruh migran dapat meiliki sumber acuan pengetahuan yang akurat mengenai pelbagai proses terkait dengan migrasi untuk memperkecil kemungkinan terjadinya pelanggaran atas hak-hak buruh migran.
Pada edisi bulan ini, beberapa artikel yang terunggah, antara lain:
1. TKI Tunggu Realisasi Kredit Murah
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang akan bekerja di luar negeri menunggu realisasi kesepakatan Pemerintah Republik Indonesia dan sejumlah bank tentang Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk TKI. Pemerintah memberikan jaminan 80 prosen dari total dana kredit mikro yang jumlahnya bisa 60 juta setiap orang.
Selengkapnya: http://buruhmigran.or.id/berita/tahun/2010/bulan/09/tanggal/22/1308/tki-tunggu-realisasi-kredit-murah.h
2. Lima Langkah Lakukan Advokasi
Apa itu advokasi? Kadang kita bingung membedakan advokasi dan kampanye. Kedua kata itu memang memiliki banyak kemiripan atau bahasa Betawinya beda-beda tipis. Perbedaan advokasi dan kampanye terletak pada tujuan akhir kegiatan. Hasil kegiatan kampanye berupa dukungan dan solidaritas publik atas kondisi tertentu, sementara hasil dari advokasi adalah perubahan kebijakan atau tata perundang-undangan.
Selanjutnya: http://buruhmigran.or.id/kajian/tahun/2010/bulan/09/tanggal/20/1248/lima-langkah-melakukan-advokasi.html
3. Kontak Pakar: Muhammad Irsyadul Ibad, Sy
Muhammad Irsyadul Ibad, Akrab disapa Ibad atau Irsyad adalah direktur Lembaga Kajian Pengembangan Pendidikan, Sosial, Agama dan Kebudayaan (infest) Yogyakarta. Lahir di Bengkulu 27, Mei 1983. Pendidikan yang pernah ditempuh antara lain: Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami Leuwiliang Bogor, MAN Argamakmur Bengkulu Utara, dan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Selengkapnya: http://buruhmigran.or.id/kontak-pakar/tahun/2010/bulan/09/tanggal/07/1229/muhammad-irsyadul-ibad-sy.html
4. Kuatkan Pengelolaan Informasi Buruh Migran Melalui Buletin
Yogyakarta- Pengelolan informasi buruh migran tidak dapat hanya dilakukan dengan mengandalkan satu media. Pengarusutamaan membutuhkan pengayaan jenis media untuk mencapai target penerima informasi yang beragam. Setiap media memiliki kelebihan dan kelemahan. Karena itu pengawinan (konvergensi) media juga dibutuhkan untuk mengarusutamakan isu-isu buruh migran.
4. Kuatkan Pengelolaan Informasi Buruh Migran Melalui Buletin
Yogyakarta- Pengelolan informasi buruh migran tidak dapat hanya dilakukan dengan mengandalkan satu media. Pengarusutamaan membutuhkan pengayaan jenis media untuk mencapai target penerima informasi yang beragam. Setiap media memiliki kelebihan dan kelemahan. Karena itu pengawinan (konvergensi) media juga dibutuhkan untuk mengarusutamakan isu-isu buruh migran.
Selengkapnya: http://buruhmigran.or.id/agenda/tahun/2010/bulan/09/tanggal/07/1223/kuatkan-pengelolaan-informasi-buruh-migran-melalui-buletin.html
5. Waspadai Perdagangan Manusia!
Perdagangan manusia, terutama perempuan dan anak, patut diwaspadi dalam kegiatan perjalanan antarnegara. Terlebih, perdagangan manusia atau latah disebut dengan trafficking acapkali maujud lewat praktik-praktik yang diterima masyarakat sehingga ia tidak dianggap sebagai tindakan eksploitatif, apalagi dipandang sebagai tindak perdagangan.
Selengkapnya: http://buruhmigran.or.id/kajian/tahun/2010/bulan/09/tanggal/05/1211/waspadai-perdagangan-manusia.html
6. Buruh Migran Butuh Sukarelawan Pakar
Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) membutuhkan dukungan sukarelawan pakar. Para sukarelawan pakar berfungsi sebagai tim ahli yang memberikan pendapat, gagasan, analisis, dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para buruh migran. Kepakaran sukarelawan tidak dipandang dari latar belakang akademis, tapi pengetahuan dan kemampuannya dalam urusan buruh migran.
6. Buruh Migran Butuh Sukarelawan Pakar
Pusat Sumber Daya Buruh Migran (PSD-BM) membutuhkan dukungan sukarelawan pakar. Para sukarelawan pakar berfungsi sebagai tim ahli yang memberikan pendapat, gagasan, analisis, dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para buruh migran. Kepakaran sukarelawan tidak dipandang dari latar belakang akademis, tapi pengetahuan dan kemampuannya dalam urusan buruh migran.
Selengkapnya: http://buruhmigran.or.id/agenda/tahun/2010/bulan/09/tanggal/05/1206/buruh-migran-butuh-sukarelawan-pakar.html
7. Pewartaan Buruh Migran Sebagai Geerakan Sosial
Mengapa buruh migran perlu bersentuhan dengan dunia pewartaan? Permasalahan buruh migran sangat rumit sehingga mereka perlu membekali diri dengan pengetahuan dan keterampilan pewartaan untuk mengurai lingkaran setan yang membelenggu mereka.
7. Pewartaan Buruh Migran Sebagai Geerakan Sosial
Mengapa buruh migran perlu bersentuhan dengan dunia pewartaan? Permasalahan buruh migran sangat rumit sehingga mereka perlu membekali diri dengan pengetahuan dan keterampilan pewartaan untuk mengurai lingkaran setan yang membelenggu mereka.
Selengkapnya: http://buruhmigran.or.id/kajian/tahun/2010/bulan/09/tanggal/05/1204/pewartaan-buruh-migran-sebagai-gerakan-sosial.html
Hormat Kami
Hormat Kami
Fika Murdiana Rachman
Pengelola
Pengelola
——————————
Pusat Sumberdaya Buruh Migrand/a Infest Yogyakarta
Jl. Veteran Gg. Janur Kuning No. 11 A Pandean Umbulharjo Yogyakarta 55161 Telp/Fax: 0274-372378
Email: redaksi@buruhmigran.or.id
Website: http://buruhmigran.or.id/
Pusat Sumberdaya Buruh Migrand/a Infest Yogyakarta
Jl. Veteran Gg. Janur Kuning No. 11 A Pandean Umbulharjo Yogyakarta 55161 Telp/Fax: 0274-372378
Email: redaksi@buruhmigran.or.id
Website: http://buruhmigran.or.id/
——————————–
Pusat Sumberdaya Buruh Migran
Pusat Sumberdaya Buruh Migran
Pusat Sumber Daya Buruh Migran (Migrant Worker Resource Centre) merupakan program dukungan informasi dan komunikasi untuk peningkatan mutu calon atau tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri. Program dukungan ini memungkinkan para buruh migran saling berkomunikasi dan bertukar informasi dengan sesama buruh migran, keluarga, organisasi nonpemerintah, dan lembaga-lembaga pemerintah.
Portal ini merupakan sistem pengelolaan informasi dikelola oleh 14 Pusat Teknologi Komunitas (PTK) Mahnettik di seluruh Indonesia. Portal merupakan sarana untuk mengarusutamakan isu-isu buruh migran dengan cara padang yang memberdayakan.
Jaringan PTK Mahnettik tersebar di:
1. PTK Mahnettik Cirebon
2. PTK Mahnettik Sukabumi
3. PTK Mahnettik Cianjur
4. PTK Mahnettik Malang
5. PTK Mahnettik Blitar
6. PTK Mahnettik Kulonprogo
7. PTK Mahnettik Banyumas
8. PTK Mahnettik Cilacap
9. PTK Mahnettik Lombok Barat
10. PTK Mahnettik Lombok Tengah
11. PTK Mahnettik Lombok Timur
12. PTK Mahnettik Sumbawa
13. PTK Mahnettik Flores Timur
2. PTK Mahnettik Sukabumi
3. PTK Mahnettik Cianjur
4. PTK Mahnettik Malang
5. PTK Mahnettik Blitar
6. PTK Mahnettik Kulonprogo
7. PTK Mahnettik Banyumas
8. PTK Mahnettik Cilacap
9. PTK Mahnettik Lombok Barat
10. PTK Mahnettik Lombok Tengah
11. PTK Mahnettik Lombok Timur
12. PTK Mahnettik Sumbawa
13. PTK Mahnettik Flores Timur
Buruh Migran Indonesia tersebar di pelbagai negara dengan jenis perlindungan hukum yang tidak jelas. Sejumlah kasus kekerasan yang berujung pada gangguan psikis, cidera fisik, dan kematian berlangsung begitu saja tanpa adanya perlindungan yang memadai dari pemerintah.
Buruh Migran Indonesia melihat banyak keterbatasan yanng dimiliki oleh oleh buruh migran, terkait dengan tatacara pendaftaran paspor, visi, budaya negara tujuan dan penipuan.
Pelatihan Pengelolaan Informasi Buruh Migran di Cilacap
Untuk menyiapkan pengelola informasi buruh migran yang andal, Yayasan Tifa Jakarta bersama Pusat Teknologi Komunitas (PTK) Mahnetik dan LAKPESDAM NU Cilacap mengadakan pelatihan pengelolaan informasi buruh migran (29-30 Mei 2010) di Kecamatan Sidareja, Kabupaten Cilacap.
Pelatihan ini diikuti 27 peserta dari calon dan mantan Tenaga Kerja Indonesia (TKI), keluarga TKI, pegiat Radio Komunitas, dan anggota Forum Warga Cilacap dari beragam usia. Pelatihan ini dipandu oleh Yossy Suparyo, Koordinator Pokja Pusat Sumber Daya Migran dan Tim fasilitator infest Yogyakarta.
Selama 2 hari pelatihan, secara bertahap peserta belajar pengelolaan informasi, dimulai dengan belajar teknik peliputan, menulis berita, dan pengenalan portal buruhmigran pada hari pertama dan dilanjutkan dengan produksi berita suara dan pengelolaan portal pada hari kedua.
“Pelatihan serupa akan diadakan di 14 titik di Indonesia. Cilacap merupakan titik pertama yang akan menjadi model untuk pelatihan di daerah lain,” ungkap Yossy Suparyo.
Di sela-sela penyampaian materi, Yossy mengatakan pertukaran informasi tentang buruh migran dapat meningkatkan peran serta banyak orang untuk berpartisipasi pada gerakan perlindungan buruh migran.
Hal itu dibenarkan oleh Laily (28), mantan buruh migran asal Nusawungu, Cilacap di Taiwan. Laili mengalami pemerasan dari petugas bandara dan jaringan angkutan yang membawanya ke rumahnya. Ia menuliskan pengalamannya di portal forumwarga, tak lama kemudian dia dikontak sebuah lembaga bantuan hukum yang siap membantunya.
“Saya ikut diskusi kampung buruh migran di Kroya. Lalu, saya diajari internet. Saat itu saya menulis pengalaman buruk saya di terminal III Soekarno-Hatta dan ditravel. Tak lama kemudian, fasilitator Lakpedam mengontak saya, katanya ada orang LBH yang ingin bertemu dengan saya,” kisahnya.
Laili adalah salah satu mantan buruhmigran yang berlatih teknologi informasi dan komunikasi di PTK Mahnetik. Menurutnya, pengetahuan internet dan menulis yang ia pelajari di PTK Mahnetik sangat berguna baginya.
“Andai dulu saya sudah seperti sekarang, saya punya alasan untuk melawan. Dulu saya takut karena pelakunya petugas yang berseragam,” lanjutnya.
Ada beberapa hal menarik selama pelatihan, selain menjadi pengalaman pertama bagi para peserta dalam kerja pengelolaan informasi tentang buruh migran, cerita pengalaman yang dibagikan peserta mantan TKI menjadi inspirasi untuk saling menulis dan mendokumentasikan dalam berita suara.
Pelatihan ditutup dengan sebuah rencana tindak lanjut membuat gerakan solidaritas untuk mengembangan pusat sumberdaya buruh migran.(Fath)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar